BERTERIMA KASIH DAN
BERSYUKUR KEPADA ALLAH
LUKAS 17:11-19
Suatu ketika, ada seorang pengemis tua renta tak
berdaya meminta sedekah sambil mengulurkan tangannya. Ketika seseorang
memberikan uang atau makanan, terlihat
wajahnya berubah, yang tadinya tidak bersemangat, tak berdaya menjadi
berseri-seri karena mendapatklan rejeki, ia langsung secara spontan mengucapkan
terima kasih.
Terima kasih adalah kata-kata
yang penting diucapkan ketika seseorang mendapatkan sesuatu; perhatian, cinta,
keperdulian, bantuan, atau materi. Terima kasih merupakan bukti, saya menerima dan menghargai orang yang telah
“memberi”. Ungkapan terima kasih menjadi lebih bermakna ketika kita benar-benar
membutuhkan “sesuatu” dan orang lain memberikannya. Selain berterima kasih, ia
juga akan bersyukur kepada Allah.
Injil
menggambarkan mukjizat yang dilakukan Yesus terhadap sepuluh orang kusta. Kisah
ini terjadi di perbatasan Samaria dan
Galilea sewaktu Yesus menuju Yerusalem. Samaria adalah wilayah tempat tinggal
orang Israel yang bercampur dengan
orang-orang asing. Orang-orang Israel yang ditinggal disana dicap sebagai orang
asing, orang najis, orang kafir karena mau berhubungan, bercampur baur melalui
perkawinan dengan bangsa asing. Bangsa Israel tidak mengakui mereka sebagai
bagian dari bangsanya,bahkan melarang berhubungan dengan mereka sebab bila
berhubungan akan menyebabkan dirinya menjadi najis, mereka disebut Orang Samaria. Orang Samaria
adalah kaum pinggiran yang terbuang dari bangsanya sendiri.
Kisah
mukjizat dimulai dengan permintaan sepuluh orang kusta yang meminta belas
kasihan Yesus. Orang kusta oleh bangsa Israel dianggap, dicap sebagai orang
najis, harus dijauhi, orang-orang terkutuk, tidak mendapat rahmat Allah. Mereka
yang menderita kusta tinggal di luar
kota atau desa, terpisah dari masyarakat biasa. Mereka hidup dari belas
kasihan orang yang memberi sedekah. Karena itu, ketika mereka minta belas
kasihan Yesus tidak berani mendekat….mereka
berdiri agak jauh. Yesus tidak memberikan Sabda Penyembuhan, seperti
dalam kisah-kisah mukjizat lainnya, melainkan perintah untuk pergi
memperlihatkan diri kepada imam-imam. Mereka pergi karena mereka percaya akan
disembuhkan oleh Yesus, sedang mereka
berjalan mukjizat terjadi, mereka menjadi tahir, sembuh dan dibebaskan dari kenajisan.
Yesus memyuruh mereka pergi kepada iam-imam, sebab para imamlah yang akan
menentukan, memeriksa, menyelidiki seseorang sudah tahir atau belum sehingga
mereka dapat berbaur kembali di tengah masyarakat.
Bagaimana
dengan diri kita masing-masing. Apakah kita juga bersikap seperti orang Israel,
yang membeda-bedakan sesama ? ada yang didekati, ada yang dijauhi, ada yang
disingkirkan (terutama lawan, saingan, atau musuh) . Kadang kala kita pun
mempunyai prasangka-prasangka yang negatif terdahadap orang lain, apakah ini
sesuai dengan ajaran kristiani ?
Ternyata
hanya ada satu yang kembali untuk berterima kasih kepada Yesus dan bersyukur kepada Allah ,
yaitu orang Samaria. Mengapa hanya orang Samaria ? orang Samaria bisa berterima
kasih dan bersyukur karena ia melihat
bahwa Allah yang berbelas kasih tampak
dalam diri Yesus, ia merasakan rahmat Allah yang melimpah dalam dirinya karena
ia adalah orang yang “terbuang” dua kali yaitu sebagai orang samaria dan
sebagai orang kusta. Imam orang Samaria
itulah yang menyelamatkannya, ia percaya dan yakin bahwa dirinya disembuhkan
oleh Allah melalui Yesus. Yesus tidak hanya menyembuhkannya secara fisik dan
tahir secara sosial tetapi secara utuh, menyeluruh, sehingga orang itu dapat
berterima kasih dan bersyukur kepada Allah. Makna yang kita petik dari orang
Samaria ialah mereka yang tersingkir, dikucilkan ternyata tahu terima kasih dan
bersyukur atas anugerah Allah.
Mukjizat yang dilakukan oleh Yesus tidak terbatas
hanya untuk kaum terpilih, bangsa Israel saja melainkan untuk semua suku
bangsa, termasuk kita. Mukjizat terjadi bukan hanya karena kedekatan secara
fisik dengan Yesus, tetapi melintasi jarak
dan waktu. Hal ini memberi pengharapan pada kita yang secara fisik dan waktu
berjauhan dengan Yesus. Yesus akan “menyembuhkan “ kita asal kita benar-benar
percaya dan berimam kepadaNya.
Apakah
kita benar-benar mempercayakan diri sepenuhnya kepada Yesus, dan tidak mencari
bantuan, kekuatan, kesembuhan yang bukan dari Allah ? Itulah pertanyaaan yang
harus kita renungkan setiap saat tak kala kita mengalami situasi yang sulit,
yang menekan, yang membuat kita putus asa. Apakah kita selalu berharap pada
Yesus ?
Dari
kisah ini, kita diajak untuk selalu berterima kasih dan beryukur kepada Allah
atas pengalaman-pengalaman hidup yang boleh kita alami, baik suka maupun duka.
Bahwa segala sesuatu yang kita miliki sekarang ini berasal dari Allah , lewat
kasih sesama kepada diri kita Semuanya
adalah anugerah Allah. Ungkapan terima kasih dan syukur yang bagaimana yang
dapat kita lakukan dalam hidup ini ? Apakah hanya cukup dengan berdoa kepada
Allah ?
Y. Haris A OSC